
Menakar Kohesivitas Daerah Pemilihan Kepulauan Seribu - Cikoding (Layakkah Kepulauan Seribu punya Dapil tersendiri?)
Oleh : Muamar Kadafi
Daerah Pemilihan (DAPIL) merupakan wilayah administrasi pemerintahan atau bagian wilayah pemerintahan yang dibentuk sebagai kesatuan wilayah/daerah berdasarkan jumlah penduduk untuk menentukan alokasi kursi sebagai dasar pengajuan calon oleh pimpinan partai politik, dan penetapan calon terpilih anggota DPR, DPRD provinsi dan DPRD kabupaten/kota. (Penguatan Masyarakat Adat Melalui Pendapilan Berbasis Kohesivitas, Indonesian Parliamentary Center 2017). Ada 7 prinsip dalam penyusunan Daerah Pemilihan (Dapil) menurut Undang-undang 7 tahun 2017 Pasal 185, yakni kesetaraan nilai suara (one man, one vote, one value), ketaatan pada sistem pemilu yang proporsional, proporsionalitas, integralitas wilayah, berada dalam cakupan wilayah yang sama, kohesivitas, dan kesinambungan.
Menurut Penjelasan pasal 185 huruf (f) UU no.7 tahun 2017 : Yang dimaksud dengan "penyusunan dengan prinsip kohesivitas" adalah penyusunan daerah pemilihan memperhatikan sejarah, kondisi sosial budaya, adat istiadat dan kelompok minoritas. Beberapa prinsip diatas, pada satu sisi memiliki tingkat prioritas antara satu dengan yang lain, disisi lain juga kadang bertentangan. Oleh karena itu, pilihan-pilihan yang hendak diprioritaskan, akan memberi dampak pada tujuan-tujuan yang telah ditetapkan. Di antara prinsip-prinsip diatas, yang paling ketat adalah daerah pemilihan hendaknya merupakan satu kesatuan yang utuh (IPC, 2017).
Masalah yang sering muncul pada tahap penetapan alokasi kursi dan pembentukan daerah pemilihan menurut buku "Penguatan Masyarakat Adat Melalui Pendapilan Berbasis Kohesivitas", Indonesian Parliamentary Center, 2017 adalah : Pertama Malapportioment, atau kesalahan alokasi kursi yang tidak menghormati jumlah populasi secara adil. Kedua Gerrymandering, yaitu pembentukan daerah pemilihan yang secara sistematis dan berpola menguntungkan pihak atau partai tertentu. Hal ini berdampak pada tidak terjaganya prinsip integralitas suara wilayah, absennya kekompakan daerah pemilihan, atau peta daerah pemilihan dalam satu kesatuan yang utuh tidak terpenuhi. Ketiga Pelanggaran Preserving Communities of Interest, salah satu prinsip pembentukan daerah pemilihan adalah menjaga kepentingan komunitas. Prinsip ini dapat diartikan segala hal yang berkaitan dengan kepentingan kelompok etnis, orang-orang dengan kepentingan ekonomi yang sama, pengguna infrastruktur umum, dan untuk orang-orang di area perdagangan yang sama. Meskipun prinsip menjaga kepentingan komunitas diadopsi sebagai salah satu prinsip dalam membentuk daerah pemilihan, arti dari istilah ini bervariasi di berbagai tempat.
Dalam legislative Guideline Alabama, prinsip menjaga kepentingan komunitas memastikan keutuhan kepentingan dihargai secara layak. Kepentingan komunitas didefinisikan sebuah daerah dengan kesamaan yang diakui, termasuk dan tidak terbatas pada ras, etnis, geografis, pemerintah, daerah, sosial budaya, partisipan, kepentingan sejarah, dan kesamaan komunikasi. Demikian juga dalam Commission Guideline Montana, Komisi Pembentukan Daerah Pemilihan mempertimbangkan untuk menjaga kepentingan komunitas secara utuh. Kepentingan komunitas dapat berdasarkan pada daerah perdagangan, lokasi geografis, komunikasi dan jaringan transportasi, media market, kepentingan atas permintaan suku, daerah urban rural, kepentingan sosial, budaya dan ekonomi, atau pekerjaan dan gaya hidup.
Jika kita mengacu pada prinsip menjaga kepentingan komunitas rasanya Kepulauan Seribu layak memiliki Dapil sendiri ya?
Berdasarkan pengertian diatas, jika kita menilik lebih jauh berkenaan dengan sejarah, sosial budaya dan adat istiadat masyarakat bahari yang ada di Kepulauan Seribu dengan masyarakat Perkotaan yang tinggal di Cilincing, Koja maupun Kelapa Gading teramat berbeda. Kepulauan Seribu yang masyarakatnya masih sangat homogen umumnya masih sangat kental memegang budaya dan adat istiadat kenelayanan dan kelautan serta keguyuban dan kehidupan agamis khas perkampungan, sangat berbeda dengan kultur urban nan heterogen yang ada di 3 kecamatan di Kota Jakarta Utara tersebut. Meskipun di pesisir Cilincing masih ditemukan kelompok kecil nelayan, namun umumnya nelayan tersebut adalah para pendatang dari Jawa Barat dan Jawa Tengah seperti Cirebon, Tegal dan sebagainya yang tentu saja berbeda kehidupan sosial budayanya, sehingga menurut saya secara tradisi, adat istiadat dan sosial budaya tidaklah kohesi.
Selain itu, dirasa amatlah sulit bagi tokoh masyarakat Kepulauan Seribu untuk bersaing memperebutkan kursi DPRD DKI Jakarta dengan tokoh-tokoh yang ada di Cilincing, Koja ataupun Kelapa Gading, mengingat jumlah pemilih yang ada di Kepulauan Seribu jauh sangat sedikit bila dibandingkan dengan jumlah pemilih yang ada di 3 kecamatan tersebut, karena perilaku pemilih umumnya juga melihat asal, tempat tinggal dan latarbelakang calon legislatif yang akan dipilih serta pengenalan ketokohan yang dilakukan caleg yang berasal dari Cilincing, Koja dan Kelapa Gading lebih mudah kepada masayarakat di 3 kecamatan yang jumlah pemilihnya sangat besar itu.
Lalu apakah seharusnya Kepulauan Seribu memiliki Daerah Pemilihan (Dapil) tersendiri dalam Pemilu? Tidak juga begitu. Secara Kohesivitas memang Kepulauan Seribu memenuhi kriteria untuk terpisah Dapil dari wilayah Jakarta Daratan, namun kohesivitas hanyalah salah satu dari 7 prinsip penyusunan Dapil yang diatur oleh Undang-undang, jika menimbang dari prinsip lainya yaitu prinsip Kesetaraan Nilai Suara dan Prinsip Proporsionalitas, menjadikan Kepulauan Seribu belumlah memenuhi syarat. Mengapa?
Jumlah Penduduk Kepulauan Seribu hanya 28.289 orang, lalu jumlah kursi di DPRD DKI Jakarta berdasarkan Lampiran IV UU nomor 7 tahun 2017 tentang Pemilihan Umum adalah 106 kursi, jika penduduk Jakarta yang 10.504.100 (data BPS, 2019) dibagi 106 kursi (berdasarkan Bilangin Pembagi Penduduk atau BPPd dalam PKPU 16 tahun 2017 pasal 12 ayat (6) ) maka harga satu kursi DPRD DKI Jakarta nilainya ialah sekitar 99.000, jadi jumlah penduduk di Kabupaten Kepulauan Seribu masih jauh untuk mendapatkan kursi DPRD DKI walau hanya 1 kursi.
Lalu jika dikaitkan dengan prinsip Kesetaraan Nilai Suara dan prinsip Proporsionalitas maka memang sudah seharusnya pemilih di Kabupaten Kepulauan Seribu digabungkan suaranya dengan wilayah yang ada di Jakarta Utara yaitu pemilih di Kecamatan Cilincing, Koja dan Kelapa Gading (Jakarta Utara A) dengan kuota 9 kursi.
Namun, jika mengacu kepada kekhususan Jakarta sebagai ibukota negara, terdapat celah jika para pembuat Undang-undang menghendaki Kepulauan Seribu menjadi Dapil tersendiri, misalnya dengan menyisipkan dalam Undang-undang 29 tahun 2007 tentang Pemerintahan Provinsi DKI Jakarta sebagai ibukota negara (jika nanti di revisi), sebagaimana kekhususan diberikan untuk jumlah kursi DPRD DKI yang dibunyikan dalam pasal 12 ayat (4) UU tersebut yaitu "Anggota DPRD Provinsi DKI Jakarta berjumlah paling banyak 125% (seratus dua puluh lima persen) dari jumlah maksimal untuk kategori jumlah penduduk DKI Jakarta sebagaimana ditentukan dalam undang-undang." Sehingga DKI Jakarta diberikan alokasi kursi sebanyak 106 kursi, yang seharusnya hanya memperoleh alokasi 100 kursi ( beradasarkan UU 7/2017 pasal 188 ayat (2) huruf g ).
Tampaknya masih panjang perjuangan masyarakat dan aktivis demokrasi Kepulauan Seribu untuk bisa punya Dapil sendiri, perlu upaya dari semua pihak misalnya dengan melakukan upaya lobi terhadap para pimpinan partai politik tingkat nasional untuk memperjuangkan revisi Undang-undang kekhususan Ibukota Provinsi DKI Jakarta dan memasukan klausul penambahan Dapil khusus Kepulauan Seribu, namun kembali lagi apakah usulan Dapil khusus itu tidak bertentangan dengan prinsip universal penataan Dapil dan tidak bertabrakan dengan peraturan perundangan-undangan lainnya, perlu kajian yang lebih dalam.
Selamat berikhtiar, man jadda wajada.