
Seluk Beluk Perjalanan Sosialisasi Pemilu di Pulau Terluar DKI Jakarta, Pulau Sebira
Langit yang cerah serta ombak yang cukup tenang mengantarkan tim KPU Kepulauan Seribu menuju ke Pulau Sebira, pulau terdepan di DKI Jakarta untuk menjalani salah satu proses tahapan yang menjadi bagian dari Pemilu Serentak 2019, yakni sosialisasi. Edukasi politik melalui kegiatan sosialisasi merupakan aspek penting yang wajib dilakukan oleh penyelenggara pemilu untuk meningkatkan pengetahuan dan partisipasi pemilih. Sesuai dengan Peraturan KPU nomor 14 tahun 2019, pelaksanaan tahapan sosialisasi yang dimulai sejak tanggal 17 Agustus 2018 hingga 14 April 2019. Pelaksanaan dengan waktu yang cukup panjang ini dimanfaatkan dengan sebaik mungkin untuk menyampaikan materi sosialisasi yang cukup banyak, dimulai dari pemutakhiran data pemilih, jenis dan warna surat suara yang harus dicoblos pada 17 April 2019, hingga cara pencoblosan pada surat suara yang sah dan proses penghitungan suara.
Melakukan sosialisasi di Pulau Sebira memiliki tantangan tersendiri bagi KPU Kepulauan Seribu sebagai penyelenggara pemilu. Meskipun sudah beberapa kali dijalani, namun melakukan sosialisasi ke pulau terdepan ini selalu terasa spesial. Pulau Sebira didominasi oleh masyarakat keturunan Bugis dan masih sangat kental unsur kearifan lokalnya. Pulau Sebira merupakan satu-satunya pulau di Kepulauan Seribu yang masih memiliki kepala suku. Meskipun saat ini sudah berganti nama menjadi Ketua RW, namun power yang dimiliki kepala suku di pulau ini masih cukup kuat dan bisa menentukan arah kebijakan politik masyarakatnya. Kentalnya unsur kedaerahan di pulau ini juga ditunjukan dari rumah-rumah warga yang masih berbentuk rumah panggung.
Pulau dengan mayoritas penduduknya berprofesi sebagai nelayan ini dikategorikan sebagai basis pemilih marginal karena letak wilayah yang cukup sulit untuk dijangkau. Ada beberapa tantangan yang harus dilalui oleh penyelenggara pemilu untuk melakukan sosialisasi ke Pulau Sebira yang secara geografis letaknya lebih dekat dengan Pulau Sumatera. Pertama, faktor cuaca sangat menentukan keamanan perjalanan. Apabila cuaca sedang berangin bahkan musim hujan, sulit untuk menempuh perjalanan ke pulau tersebut karena ombak yang besar dan cukup berbahaya. Selain itu, kapal yang digunakan untuk menuju ke Pulau Sebira pun terbatas, hanya 2 kali dalam seminggu apabila menggunakan kapal cepat milik Pemprov DKI. Waktu tempuh yang diperlukan untuk menyambangi Pulau Sebira dengan menggunakan kapal kayu tradisional selama kurang lebih 8 jam perjalanan. Sedangkan, jika menaiki kapal cepat membutuhkan waktu 3 jam. Kedua, dengan mayoritas masyakarat yang memiliki mata pencaharian sebagai nelayan ini mengharuskan penyelenggara pemilu menyesuaikan waktu sosialisasi dengan jadwal pulang nelayan ke daratan. Biasanya, sosialisasi dilakukan pada hari Jumat atau pada malam hari agar semua elemen masyarakat bisa berkumpul dan mendapatkan informasi mengenai pemilu yang dilaksanakan di RPTRA Pulau Sebira. Melakukan sosialisasi di Pulau Sebira ini pun memakan waktu lebih dari satu hari karena harus menyesuaikan jadwal nelayan dan jadwal kapal untuk kembali ke daratan Jakarta.
“Saat di perjalanan menuju Pulau Sebira pada tahapan Pilkada tahun 2017 lalu, ketika itu sedang musim berangin. Saat itu kami naik kapal kayu karena speedboat nggak mau beroperasi saat ombak besar. Pernah karam waktu itu, pecah dihantam ombak sekitar tahun 2017 juga. Ketika berangkat sih aman-aman saja. Tapi ketika mau kembali ke Jakarta, cuaca sedang tidak bagus. Awalnya kami menunggu hingga cuaca bagus, namun hingga jam 11 siang nggak menunjukan adanya perubahan. Kami berpikir, daripada menunggu hingga malam, lebih baik kita hajar aja. Eh ternyata, baru keluar sebentar dari dermaga, kapal kayu yang kami tumpangi dihantam ombak setinggi kurang lebih 4 meter! Parahnya lagi, kapalnya sampai mengeluarkan bunyi KRAK saking kencengnya kena terpaan ombak. Perjalanan pun kami tempuh kurang lebih 4 jam menuju Pulau Harapan. Itu pengalaman yang tidak bisa saya lupakan sampai sekarang,” Kenang Wawan Setiawan, Staf KPU Kepulauan Seribu.
Meskipun sulitnya medan yang ditempuh untuk menuju ke Pulau Sebira, hal tersebut terbayarkan dengan respon yang sangat baik dari penduduk pulau dalam menyambut kedatangan penyelenggara pemilu dan antusiasme warga dalam mengikuti sosialisasi pemilu. “Akses ke Pulau Sebira ini cukup sulit dan menantang, namun kami senang karna antusiasme warga terhadap pemilu cukup tinggi dan kedatangan kami ke sini disambut meriah”, tambah Wawan Setiawan.
Antusiasme warga pun tak berhenti sampai disitu. Berdasarkan data internal yang dimiliki oleh KPU Kepulauan Seribu, dari total pemilih sebanyak 417 orang, tingkat partisipasi masyarakat pada Pemilu Serenak 2019 khususnya pada Pemilihan Presiden dan Wakil Presiden mencapai 86%. Hal ini tentu harus diapresiasi mengingat tidak semua masyarakat di Pulau Sebira mendapatkan akses pendidikan yang layak namun memiliki tingkat partisipasi politik yang cukup tinggi. Ada hal menarik yang bisa diambil dari perjalanan menuju Pulau Sebira untuk melakukan tahapan kepemiluan. Ibarat sebuah berlian, sukar didapatkan namun sebanding dengan keindahannya, Pulau Sebira ini pun memiliki keindahan meskipun harus melewati rintangan yang cukup berat. Pulau yang masih sangat asri dengan kadar oksigen yang baik serta lingkungan yang bersih menjadi poin plus tersendiri untuk pulau ini. Disamping itu, pulau ini memiliki Mercusuar yang dibangun sejak jaman kolonial Belanda tahun 1896 yang menjadi daya tarik tersendiri bagi Pulau Sebira. Hal ini menjadi berkah tersendiri bagi KPU Kepulauan Seribu sebagai penyelenggara yang mendapatkan kesempatan untuk melakukan sosialisasi dan menjalani proses tahapan pemilu di Pulau Terdepan DKI Jakarta.
Adalah tanggung jawab moral bagi KPU Kepulauan Seribu untuk memberikan sosialisasi ke semua daerah yang berada di Kepulauan Seribu, termasuk daerah terluar sekalipun seperti Pulau Sebira untuk mewujudkan tujuan bersama, yaitu Pemilih Berdaulat, Negara Kuat.